Selasa, 10 Mei 2011

Suara Perempuan Bukan Aurat

Berikut pendapat ulama mengenai hukum mendengar suara perempuan, antara lain :
1.Umairah mengatakan
“Suara perempuan bukan aurat berdasarkan pendapat sahih, maka tidak haram mendengarnya dan tidak batal shalat dengan sebabnya seandainya dijihar ” 1

2.Berkata Zainuddin al-Malibary :
“Suara tidak termasuk aurat, karena itu tidak haram mendengarnya kecuali dikuatirkan fitnah atau berlezat-lezat dengannya sebagaimana yang telah dibahas oleh Zarkasyi”.2

Pendapat ini didasarkan kepada bahwa Al-Qur'an memperbolehkan laki-laki bertanya kepada isteri-isteri Nabi SAW dari balik tabir? Bukankah isteri-isteri Nabi itu mendapatkan tugas dan tanggung jawab yang lebih berat daripada istri-istri yang lain, sehingga ada beberapa perkara yang diharamkan kepada mereka yang tidak diharamkan kepada selain mereka? Allah berfirman:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
Artinya : Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Yang demikian itu lebih menyucikan hatimu dan hati mereka. (Q.S. al-Ahzab: 53)

Permintaan atau pertanyaan (dari para sahabat) itu sudah tentu memerlukan jawaban dari Ummahatul Mukminin (ibunya kaum mukmin: istri-istri Nabi). Mereka juga biasa memberi fatwa kepada orang yang meminta fatwa kepada mereka dan meriwayatkan hadits-hadits bagi orang yang ingin mengambil hadits dari mereka, baik perempuan maupun laki-laki.
Kita juga mengetahui seorang wanita muda, putri Nabi Syu'aib yang berbicara dengan Musa, sebagai dikisahkan dalam Al-Qur'an:

فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا فَلَمَّا جَاءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ الْقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Artinya : Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata: "Janganlah kamu takut. kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu". (Q.S. al-Qashash: 25)

Sedangkan syariat nabi-nabi sebelum kita menjadi syari’at kita selama syari’at kita tidak menghapuskannya, sebagaimana pendapat yang terpilih.Yang dilarang bagi wanita ialah melunakkan pembicaraan untuk menarik laki-laki, yang oleh Al-Qur'an diistilahkan dengan al-khudhu bil-qaul (tunduk/lunak/memikat dalam berbicara), sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
Artinya : Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. (Q.S. al-Ahzab: 32)

Allah melarang khudhu’, yakni cara bicara yang bisa membangkitkan nafsu orang-orang yang hatinya "berpenyakit." Namun dengan ini bukan berarti Allah melarang semua pembicaraan wanita dengan setiap laki-laki. Perhatikan ujung ayat dari surat di atas: "Dan ucapkanlah perkataan yang baik"

DAFTAR PUSTAKA
1.Umairah, Hasyiah Qalyubi wa ‘Umairah, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyah, Indonesia, Juz. I, Hal. 177
2.Zainuddin al-Malibary, Fath al-Mu’in, dicetak pada hamisy I’anah at-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. III, Hal. 260

Tidak ada komentar:

Posting Komentar